Senin, 24 Maret 2008

Continuity Space

Konsep Ruang Frank Lloyd Wright

Pernyataan Wright tentang ruang seperti dalam A Testament (1957) pada bab “Concerning the Third Dimension’ yang dikutip Cornelis van de Ven adalah sebagai berikut : bukti tertua yang kita milki kaitannya denga arsitektur, telah berusia dua setengah ribu tahun. Wright mengakui fakata ini; dari sinilah ia melampaui perdebatan-perdebatab kecil generasinya mengenai siapa sebenarnya pencipta dari interprestasi-interprestasi arsitektural dari kesadaran itu. Ia menasehati kita agar mendengarkan lagi Lao Tzu, pada saat ia memilih darinya Bab sebelas yang eksistensialis-modern namun abadi itu :

Realitas dari bangunan

tidak terdiri dari dinding-dinding dan atap

melainkan pada ruang yang didiami

’Dimensi ketiga’ dari tahun 1928 menjadi sebutan baru tulisan Frank lloyd Wright maupun bangunan-bangunannya. Dalam bentuknya yang terarah keluar, ia menemukan ekspresi yang alami dalam interprestasi bidang dan massa-massa yang terkomposisi dengan gaya Kubis. Pada arah kedalam, terdapat suatu realitas baru dari ’room within’, ’space to be lived in’. yang tak hanya ditemukan dalam ekspresi volumetrik yang mangarah keluar, melainkan juga mengalir melalui berbagai sel spoatial sebagai suatu gerakan menerus. Ruang internal dan eksternal saling merasuk satu sama lain, yang menjadi versi baru dari ’konsep ruang ketiga’ dari estetika Brinckmann. (F.L. Wright, 1931 dalam Cornelis van de Ven, 1991).

(Ketiga). Untuk mengeliminasi kamar sebagai suatu kotak dan rumah sebagai kotak yang lain dengan membuat semua dinding menjadi tabir-tabir penlingkup….untuk mengalir ke dalam satu sama lain sebagai sebuah pelingkup ruang yang besar…

(KELIMA). Kamar sedemikian itu kini menjadi ekspresi arsitektural yang hakiki, dan kini tak ada lagi lobang yang dibuat pada dinding sebagai mana lobang-lobang yang dibuat pada sebuah kotak, karena ini tidak sesuai dengan penerapan cita- cita dari yang 'plastis'. Pelobangan adalah tindak kekerasan.

Tahun 1935 Wright menulis dalam 'Organic Architecture' diberi sebutan 'continuity'' : (F.L. Wright, On Architecture, dalam Cornelis van de Ven, 1991)

Namun yang lebih penting dari kesemuanyaadalah bahwa cita-cita plastisitas sekarang harus dikembangkan... suatu estetika baru... yang saya sebut 'kontinuitas'... Di sini, pertama-tama secara naluriah, prinsip ini telah memasuki bangunan sebagai estetika baru, 'kontinuitas', dan kemudian ia mengembara sebagai 'plastisitas'. Mereka mulai menyebutnya demikian, sebagaimana saya sering menyebutnya sebagai 'dimensi ketiga'.

Dalam artikel yang sama, ia sekali lagi mempertanyakan klise dualitas konsep-konsep ruang Spenglerian yang terkenal luas itu :

Para arsitek kini tidak lagi terbelit oleh ruang Yunani, melainkan telah bebas memasuki ruangnya Einstein...

Lebih lanjut Cornelis van de Ven, menerangkan permasalahan dengan Wright adalah bahwa ia terus-menerus mengoreksi penjelasan-penjelasan dalam karya teoretisnya sebelumnya, dan ini membuat masyarakat percaya bahwa tindakan itu telah tumbuh keluar dari kesadaran estetika ruangnya sendiri. Misalnya saja, dalam tahun 1952 Wright menulis mengenai Larkin Building dari tahun 1904-05 dan mengenai Unity Temple dari tahun 1906-07 : (Wright, 1952 dalam Cornelis van de Ven, 1991)

Saya rasa saya pertama kali mulai dengan sadar mencoba menghancurkan kotak itu pada Larkin Building -1904.. Di sanalah (di Unity Temple), barangkali akan anda temukan ekspresi pertama dari ide itu, sehingga ruang yang ada dalam bangunan menjadi realitas dari bangunan itu... dalam perubahan pemikiran yang sederhana ini terletaklah hakikat dari perubahan arsitektural dari kotak menjadi denah bebas dan realitas, yakni ruang, menggantikan materi.

Risalah Wright yang terakhir, A Testament, diterbitkan dalam tahun 1957, dua tahun sebelum kematiannya, dalam banyak hal mengakui bahwa pengertian baru mengenai ruang itu adalah kedalaman, atau dimensi ketiga, yang 'menjadi dimensi keempat'. Konsekuensinya, tulisan terakhirnya dapat dipandang sebagai sebuah pengakuan, dan membuktikan, betapa pentingnya baginya estetika Kubis itu.

Tidak ada komentar: